Oleh:
Dr. Maimon Herawati, M.Litt | Dosen Jurnalistik Unpad
‘Trump Ngotot Ingin Beli dan Miliki Gaza’
‘Donald Trump Tegaskan Proposal Ambil Alih Gaza’
‘Hamas dan Fatah Bersatu Hadapi Usulan Pencaplokan Gaza oleh Donald Trump’
Berdaulat.id, Dalam penyampaian informasi, media secara aktif melakukan pembingkaian dengan memberikan ruang pemberitaan pada aspek tertentu dan menghilangkan sebagian yang lain. Media juga menonjolkan hal-hal tertentu dengan meletakkan bagian yang menurut media penting pada judul dan paragraf awal.
Dengan penonjolan dan penyeleksian ini, media mengarahkan pembaca untuk menginterpretasikan realitas dengan cara tertentu. Begitulah cara media mempengaruhi persepsi pembaca melalui pembingkaian tersebut.
Interpretasi media terhadap realitas berasal dari interaksi media tidak terpisah dari system masyarakat tempat dia tumbuh. Sistem pers Indonesia adalah pers Pancasila yaitu pers yang berlandaskan pada nilai Pancasila yang merupakan ideologi negara Indonesia. Pers Pancasila bebas dan bertanggungjawab dan berorientasi pada kepentingan rakyat dengan mematuhi hukum-hukum yang berlaku di Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 adalah landasan hukum tertinggi di Indonesia. UUD 45 menjadi pedoman utama dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam system pers dan kebebasan berpendapat. Dalam pembukaan UUD 45, negara Indonesia menyatakan bahwa Indonesia anti penjajahan dan menegaskan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Semangat anti penjajahan menjadi dasar dari system pers Pancasila.
Pada 19 Juli 2024, hakim Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ), mengeluarkan keputusan bahwa penguasaan Israel atas tanah Tepi Barat, Jerusalem Timur, dan Gaza melanggar hukum internasional. Dalam proses persidangan kasus ini, Indonesia, diwakili Menlu Retno Marsudi memberikan kesaksian atas pelanggaran hukum internasional Israel ini dalam sidang ICJ. Posisi Indonesia sangat jelas mendukung usaha bangsa Palestina untuk merdeka.
Perkembangan terakhir, usaha Palestina untuk mendirikan negara berdaulat berhadapan dengan niat negara adidaya untuk mengelola tanah Gaza. Donald Trump mengatakan Amerika akan membangun kembali Gaza sehingga menjadi cantik dan indah. Penduduk dunia dipersilahkan mendiami wilayah Gaza ini setelah selesai dipercantik. Warga Gaza sendiri disarankan Trump untuk relokasi ke beberapa wilayah di sekitar Gaza seperti Arab Saudi, Jordan, dll.
Negarawan, aktivis kemanusiaan, politisi berbagai lintas dunia melihat ini sebagai pembersihan etnis yang blatant dan pelanggaran hukum internasional. Francessa Albanesse, staf khusus PBB menyebut ini sebagai tindakan yang lebih buruk dari pembersihan etnis.
Bagaimana media Indonesia menyampaikan informasi ini pada pembacanya?
‘Trump Ngotot Ingin Beli dan Miliki Gaza’, judul ini menyiratkan bahwa Trump berupaya menghadirkan transaksi setara antara Trump dengan pemilik tanah Gaza. Terlepas dari berapapun harga yang harus dikeluarkan untuk membelinya, Trump demikian bernafsu untuk menguasai Gaza. Demikianlah pesan yang hendak disampaikan satu media pada pembacanya.
Pertanyaannya, apakah benar yang sedang diupayakan Trump adalah proses jual beli? Jika iya jual beli, siapa penjualnya? Apakah warga Gaza yang rumahnya hancur menjadi debu? Apakah betul ada warga Gaza yang bersedia melepaskan tanahnya dengan harga tertentu?
Siapapun yang kenal dengan warga Gaza akan mendapati kenyataan bahwa bagi sebagian besar warga Gaza, hanya ada dua pilihan, bertahan di atas tanah mereka -sehancur apapun itu, atau mati dalam mempertahankannya.
Media lain melihat upaya penguasaan Gaza ini bukan sebagai jual beli, namun sebagai pencaplokan. ‘Hamas dan Fatah Bersatu Hadapi Usulan Pencaplokan Gaza oleh Donald Trump’
Narasi lain yang didahulukan media ini adalah persatuan dua kekuatan besar bangsa Palestina, Hamas dan Fatah dalam menghadang perampasan tanah Gaza oleh Trump. Media ini mengedepankan perlawanan yang solid dari bangsa Palestina atas usulan penyerobotan tanah Trump.
Jelas, media ini pendukung setia bangsa Palestina. Kata yang digunakan sangat bertenaga, yaitu ‘pencaplokan’, tindakan ambil alih yang ilegal dan kasar.
Media yang lain, melembutkan bahasa perampasan dan pencaplokan menjadi narasi ‘ambil alih’. ‘Donald Trump Tegaskan Proposal Ambil Alih Gaza’.
Narasi ini menyembunyikan upaya Trump untuk memaksa warga Gaza pindah, baik dengan meminimalkan masuknya komponen penting bagi recovery Gaza, atau dengan menahan bantuan pada negara yang dipaksa menerima warga Gaza.
Bagi kita pembaca di wilayah NKRI, tiga narasi di atas tentu akan dinilai dengan falsafah bangsa yang anti penjajahan. Hanya satu media dari tiga media di atas yang menampilkan realitas Gaza dan Trump secara jujur, yaitu pencaplokan tanah atau penjajahan. Di sisi lain, tentu perlu ditelaah lebih dalam, apa alasan dua media yang lain mengambil titik berdiri membela Trump dan menyembunyikan niat Trump untuk melakukan kejahatan kemanusiaan.