Saya mengenal Adian Husaini sejak pertengahan tahun 2000an melalui artikel dan buku-buku beliau. Beliau termasuk salah satu penulis produktif yang saya kenal. Mungkin karena berlatar belakang wartawan sehingga berkarya melalui tulisan menjadi sesuatu yang melekat pada diri beliau. Saya membaca artikel-artikel beliau secara rutin pada media online hidayatullah.com. Di sini ia mengasuh satu rubrik khusus bernama Catatan Akhir Pekan (CAP) yang secara bersamaan terintegrasi dengan program di Radio Dakta FM yang mengudara dari Bekasi.
Perjum pan saya secara langsung dengan doktor Adian pertama kali tahun 2007 dalam sebuah Workshop di Asrama Haji Sudiang Makassar. Kemudian yang kedua tahun 2010 dalam sebuah workshop di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar. Pada kunjungan tersebut kami banyak ngobrol, karena kebetulan saya mendapat tugas dari pelaksana workshop untuk mendampingi beliau.
Waktu itu beliau mengajak saya untuk hijrah ke ibu kota. ‘’Antum (kamu) ke Jakarta aja, nanti ngekost dekat rumah saya di Depok, nanti ikut saya belajar dan nulis setiap hari”. ‘’Wah bagus tuh tadz, tapi saya pengen lanjut kuliah sekalian”, respon saya. Kebetulan juga saat itu beliau sudah mulai menjabat sebagai Ketua Program Studi (Kaprodi) Magister Pendidikan Islam di Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor. Namun karena waktu itu masih ada amanah di Makassar dan belum dapat kabar adanya beasiswa S2, saya menunda kepindahan ke Jakarta atau Depok.
Di akhir 2010 saya kembali bertemu dengan beliau yang ketiga kalinya. Pertemuan itu terjadi di salah satu Islamic Center di Bekasi. Kehadiran saya di Islamic Center tersebut sebagai peserta workshop da’i seIndonesia. Beliau termasuk salah satu narasumber. Dalam workshop tersebut beliau memberi tugas kepada peserta untuk membuat tulisan. Ini link tulisan saya waktu itu: https://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/syamsuddin-la-hanufi-mahasiswa-medinah-international-university-pendidikan-sebagai-asas-kebangkitan-peradaban/) yang alhamdulillah mendapat apresiasi dari beliau. Semenjak ini saya mulai pede dan semangat menulis, walaupun tulisan saya tidak sebagus tulisan beliau.
Komunikasi dan interaksi kami terus terjalin secara intens melalui pesan singkat SMS, sampai kemudian akhir tahun 2011 saya melihat iklan program S2 berasrama di kampus UIKA Bogor. Saya kemudian mengontak beliau untuk mengkonfirmasi hal itu. Beliau sampaikan, benar ada program kuliah S2 program khusus di UIKA. Mahasiswa wajib tinggal di asrama. Biaya studi Rp 15.000.000., 00. Biaya asrama gratis, makan ditanggung nasi, lauk tanggung masing-masing. Kalau minat segera kirim CV dan Photo berkas.
Tanpa pikir panjang hari itu saya langsung kirim biodata beserta photo berkas. Sepekan kemudian saya dapat pesan singkat dari beliau. Pesan tersebut berisi panggilan untuk hadir ke kampus UIKA pada hari Ahad pekan itu, karena Seninnya sudah mulai kuliah perdana. Setelah melalui proses yang cukup dramatis seperti soal biaya kuliah, amanah dan tugas di Makassar yang harus ditinggal, anak istri yang tidak bisa langsung ikut ke Bogor, dlsb akhirnya November 2011 saya ke Bogor. Sampai di kampus pada hari Ahad jelang siang lalu keesokan harinya langsung mulai kuliah.
Ada hal menarik ketika semua mahasiswa S2 program khusus (salah satu istilah yang digunakan civitas akademika kampus menyebut kelas kami) dikumpulkan di Masjid kampus oleh pak Adian. Yaitu soal biaya kuliah. Beliau mengatakan, karena kalian semua sudah datang maka saya punya alasan untuk membuat dan mengajukan proposal beasiswa. Tugas kalian belajar dengan baik. Usahakan satu tahun selesai. Dan benar 25 Februari tahun 2013 kami sekelas ujian sidang tesis bareng-bareng. Dan yang paling surprise bagi pak Adian adalah satu kelas semua cumlaude. Bahkan ada dua mahasiswa yang mendapat IPK 4,0.
Kembali ke soal pak Adian sebagai sosok inspiratif dalam merdeka belajar dan belajar merdeka. Beliau termasuk yang menganut prinsip out of the box dalam memandang pendidikan. Tapi dengan tetap menitikberatkan pada sisi substansi dan hakikat pendidikan itu sendiri. Berikut beberapa pandang konseptual dan praktik pak Adian tentang Pendidikan.
Reformasi Pendidikan
Mungkin Adian bukan satu-satunya dan bukan pula yang pertama mewacanakan perlunya reformasi pendidikan di Indonesia. Tapi reformasi pendidikan dalam pandangan Kaprodi Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor ini menurut saya menarik untuk dikaji dan dijadikan rujukan.
Adian menyampaikan secara resmi kepada negara tentang perlunya reformasi pendidikan pada acara Round Table Discussion (Diskusi Satu Meja) yang digelar Lembaga Pengkajian MPR RI pada tanggal 24 Oktober 2017 lalu. Diskusi bertema “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Pendidikan Nasional Menurut UUD NRI 1945” itu dihadiri sejumlah pakar dan praktisi pendidikan.
Dalam kesempatan itu Adian menyampaikan perlunya reformasi pendidikan nasional yang berbasis kepada UUD 1945. Karena menurutnya Pembukaan UUD 1945 dan pasa 31 UUD 1945 telah menyediakan pijakan kokoh bagi perumusan sistem pendidikan nasional. Pijkan kokoh itu adalah penekakan secara tersurat iman, takwa, dan akhlak mulia sebagai landasan utama tujuan pendidikan nasional.
Menurutnya jika rumusan ideal tentang tujuan pendidikan yang mengafirmasi iman takwa dan akhlak mulia diterapkan, maka kondisi pendidikan kita tidak mungkin seperti sekarang. Karena menurutnya boleh jadi ada pemahaman, penafsiran, dan perumusan konsep-konsep pendidikan beserta aplikasinya yang belum sesuai dengan UUD 1945. Salah satu rumusan konseptual yang beliau tawarkan adalah penyatuan daan atau integrasi antara keislaman dan keindonesiaan dalam sistem pendidikan. Atau dengan kata lain tidak perlu lagi ada dikotomi antara sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan nasional.
Oleh karena itu ia menawarkan formulasi baru reformasi sistem pendidikan indonesia dalam bentuk kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menerapkan berbagai sistem pendidikan. Bisa jadi bentuknya menurut beliau antara lain deregulasi dalam berbagai bidang pendidikan. Karena pendidikan memerlukan kemerdekaan, kecintaan dan kreatifitas.
Pendidikan Berbasis Adab dan Akhlak Mulia
Adian Husaini termasuk yang konsen terhadap pendidikan adab. Bahkan beliau menganut pendapat terma islami yang paling tepat dan semakna dengan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia adalah ta’dib. Tentu tanpa menafikan terma lain seperti ta’lim, tarbiyah, tadris, dan sebagainya yang semuanya mengandung makna pendidikan. Tapi yang paling tepat menurut beliau adalah ta’dib. Dimana hal ini berkonsekuensi pada keyakinan bahwa substansi dari proses pendidikan adalah penanaman adab.
Pandangan Adian terkait pendidikan berbasis adab dan akhlak mulia tertuang dalam berbagai tulisan berupa artikel dan buku seperti, “Perguruan Tinggi Ideal di Era Disrupsi: Konsep, Aplikasi, dan Tantangannya”, ‘’Jangan Kalah Sama Monyet: 101 Gagasan Pemandu Pikiran pada Era Kebohongan”, “10 Kuliah Agama Islam: Panduan Menjadi Cendekiawan Mulia dan Bahagia”, ‘’Pendidikan Islam: Mewujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045”, dan “Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab (2010)”. Yang disebut terakhir secara khusus mengulas tentang kedudukan adab dan akhlak mulia dalam pendidikan.
Menurutnya pendidikan berbasis adab dan akhlak mulia merupakan konsep dan model pendidikan terbaik yang telah diterapkan pendidik terbaik, yakni Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pendidikan nabi Muhammad berhasil mengubah masyarakat jahiliah yang sesat menjadi ummat terbaik. Selain itu pendidikan adab dan akhlak mulia juga merupakan amanah konstitutusi, sebagaimana tujuan pendidikan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, ‘’Pendidikan nasional . . . bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, . . . “.
Pak Adian juga menekankan bahwa pendidikan berbasis adab dan akhlak mulia serta budi pekerti luhurmerupakan konsep pendidikan yang diusung bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Dalam berbagai tulisannya Ki Hajar yang juga mengagas konsep merdeka belajar kerap menekankan intisari pendidikan sebagai proses penanaman adab. Ki Hajar menulis (sebagaimana dikutip oleh Adian dalam Perguruan Tinggi Ideal, hlm.66), “Mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam hidup anak kita, supaya mereka kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab dan bersusila”.
Iman Takwa dan Akhlak Mulia sebagai Tujuan dan Kompetensi Ideal Pendidikan
Dalam berbagai kesempatan dan tulisan Adian Husaiani selalu menekankan pentingnya memperthatikan persoalan iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai tujuan pendidikan. Karena iman takwa dan akhlak mulai merupakan tujuan utama pendidikan nasional, sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 pasa 31 ayat 3 yang menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimana dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.
Pasal 31 ayat 3 UUD 1945 di atas kemudian dijabarkan dalam peraturan turunannya yakni Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam UU No 12 tahun 2012 dinyatakan bahwa ‘’Pendidikan Tinggi bertujuan (a) berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;.
Menurutnya tujuan pendidikan yang merupakan amanah konstitusi itu sebaiknay dijabarkan dalam bentuk standar kompetensi ideal yang harus dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimilikinya. Dalam konteks ini penyelenggara dan pengelola pendidikan serta guru dan orangtua perlu memperhatikan dengan sungguh-sungguh bahwa materi pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik terbebas dari unsur-unsur yang menjauhkan mereka dari tujuan pendidikan nasional itu sendiri.
Kurikulum Takwa dan adab
Kurikulum pendidikan menurut pak Adian mencakup keseluruhan program untuk mencapai tujuan pendidikan. Sehingga untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal dan melahirkan peserta didik yang beriman, bertakwa, dan beradab serta berakhlak mulia sebagai kompetensi idealnya maka diperlukan kurikulum yang sesuai pula. Yakni kurikulum yang menempatkan iman takwa dan adab serta akhlak mulia sebagai basis pendidikan.
Bahkan ia memandang bahwa proses penanaman iman, takwa, dan akhlak mulia sebagai program dan kurikulum inti pendidikan yang sesuai amanah konsitutusi. Karena pendidikan bukan sekedar pengajaran dan atau penambahan wawasan. Tapi harus berdampak pada penambahan wawasan dan perilaku.
Kurikulum takwa dan akhlak mulia itu menempatkan ilmu sebagai wanaha pengabdian, menempatkan ilmi secara adil dan beradab, serta menjadikan adab sebagai basis dasar, dengan menempatkan ilmu fardhu ‘ain sebagi sentral dan ilmu fardhu kifayah secara proporsional sesuai potensi murid dan kebutuhan masyarakat.
Guru Beradab sebagai Ujung Tombak Pendidikan
Kurikulum takwa dan adab menempatkan guru sebagai ujung tombak dalam pendidikan. Menurutnya dibutuhkan guru yang shaleh, cerdas, berakhlak mulia dan kreatif untuk mewujudkan kurikulum takwa. Kurikulum takwa juga menempatkan guru sebagai pejuang pendidikan dan pekerja intelektual yang terhormat. Sehingga guru tidak layak disuruh berperan sebagai tukang ngajar bayaran yang diperlakukan seperti buruh pabrik.
Dalam konteks peran guru sebagai ujung tombak pendidikan Adian sering mengutip pesan Mohammad Natsir (mantan Perdana Mentri RI pada masa orde lama), “Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada diantara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya”.
Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar: Best Prastice Adian Husaini
Sebagai pakar dan praktsi pendidikan berpengalaman (sejak 1988) Adian Husaini tidak hanya berteori tentang pendidikan. Semenjak menempuh kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor, Adian Husaini telah berkiprah di bidang pendidikan. Tahun 1988 ia merupakan Guru Biologi pada Pesantren Darut Taqwa Cibinong. Selanjutnya mendirikan Yayasan dan Pesantren At-Taqwa Depok yang menaungi berbagai unit pendidikan dari jenjang TK sampai pendidikan tinggi. Saat ini beliau bertugas sebagai Ketua Program Studi Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor.
Best prastice Adian dalam penerapan konsep merdeka belajar dan kurikulum merdeka secara substantif dapat dilihat pada praktik beliau dalam mengelola lembaga pendidikan yang ia rintis dan dalam pendidikan anak-anak beliau. Beliau memiliki tujuh anak dengan beragam pendidikan. Ada yang mengenyam pendidikan pesantren, hafal Al-Qur’an, kuliah di luar negeri, kuliah di jurusan sejarah UI, dan sebagainya. Nampak nyata bahwa beliau mengarahkan pendidikan anak-anaknya sesuai minat dan potensi serta kebutuhan masyarakat.
Demikian pula lembaga pendidikan yang beliau rintis dan kelola. Sejak awal menerapkan konsep merdeka belajar dan kurikum merdeka secara subtstansial. Yayasan At-Taqwa Depok membina satu unit pendidikan jenjang TK, dua pesantren tingkat menengah (setingkat SMP dan SMA) dan satu pesantren tinggi. Untuk jenjang SMP ada Pesantren Shao Lin al-Islami. Jenjang SMA ada PRISTAC (Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization). Sedangkan untuk jenjang pendidikan tinggi Yayasan At-Taqwa mengelola Pesantren Tinggi At-Taqwa yang juga disebut dengan At-Taqwa College (AtQo).
Kesemua jenjang dan unit pendidikan ini memang mengambil jalur non formal, yakni ijazah paket B dan C untuk tingkat SMP dan SMA serta non gelar untuk tingkat Pesantren Tinggi. Secara konseptual pendidikan di Yayasan At-Taqwa Depok yang dibina dan dikelola Adian menekankan iman takwa dan adab serta akhlak mulia, serta penguasaan ilmu fardhu ain sebagai sentral, dan pendalaman ilmu kecakapan hidup dan profesional sesuai minat dan potensi peseta didik.