Mencari dan mempelajari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu sabdanya menegaskan, “Mencari ilmu (hukumnya) wajib bagi setiap Muslim.” Kewajiban ini berlaku umum bagi laki-laki dan perempuan.
Pertanyaannya, ilmu apa yang wajib dipelajari?
Sebab ilmu Allah sangat luas. Bahkan andaikan seluruh ranting pohon di dunia dijadikan pena, dan air lautan dijadikan tinta untuk menulis seluruh ilmu Allah, tidak akan cukup.
Lalu, ilmu apa yang harus dipelajari?
Jika menilik hadits lain yang disabdakan Nabi kita akan tahu, ilmu yang diperintahkan oleh Nabi untuk dicari dan dipelajari bukan sembarang ilmu. Memang pada hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjelaskan ilmu apa yang wajib dicari dan dipelajari. Namun di hadits lain beliau mengisyaratkan, ilmu yang wajib dipelajari adalah ilmu yang bermanfaat (‘ilm nafi’).
Isyarat tersirat tersebut termaktub dalam beberapa do’a yang masyhur dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya adalah do’a memohon ilmu yang bermafaat yang berbunyi:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezki yang baik, dam amalan yang diterima”. (HR. Ibnu Majah).
Do’a ini merupakan salah satu bacaan dzikir pagi setelah Shalat Subuh. Ada tiga hal penting yang terdapat dalam do’a ini, amal yang diterima, rezki yang baik, dan ilmu yang bermanfaat. Hal ini mengisyaratkan, ilmu ada yang bermanfaat dan ada pula yang tidak bermanfaat.
Seorang Muslim hendaknya hanya mencari, mempelajari, dan meminta ilmu yang bermanfaat. Sebab Rasul telah mencontohkan dalam do’anya meminta ilmu yang bermanfaat. Bahkan di hadits lain secara tegas beliau menganjurkan untuk berdoa memohon ilmu yang bermanfaat dan berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.
Beliau mengatakan dalam sabdanya sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Abi Syaibah;
سَلُوا اللَّهَ عِلْمًا نافِعاً، وَتَعوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ عِـــــلْمٍ لَا يَنْفَعُ
“Mintalah kepada Allah ilmu yang bermanfaat dan berlindunglah dari Allah ilmu yang tidak bermanfaat” (HR. Ibnu Majad dan Ibnu Abi Syaibah).
Anjuran tersebut juga disertai contoh lafaz doa meminta ilmu yang bermanfaat dan berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak puas, dan dari do’a yang tidak dijwab” (HR. Muslim).
Dalam riwayat Imam Tirmidzi dengan urutan dan redaksi yang sedikit berbeda, dinyatakan:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ، ومِنْ دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ، وَمِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَؤُلاَءِ الأَرْبَع
Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari hati yang tidak khusyu’, dari do’a yang tidak didengarkan, dari jiwa yang tidak merasa cukup, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat. Aku berlindung kepadamu dari keempat hal tersebut”. (HR. Tirmidzi)
Dalam hadits tersebut secara tegas Nabi berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat, sebagaimana ditunjukan oleh frasa, “a’udzu bika min ‘ilm la yanfa’).
Menurut para Ulama, yang dimaksud dengan ilmu yang tidak bermanfaat dalam hadits ini adalah (1) Ilmu yang tidak diamalkan, (2) Ilmu yang pemiliknya tidak mengambil dan tidak mendapat manfaat darinya, (3) ilmu yang tidak diajarkan, dan (4) ilmu yang tidak memperbaiki akhlaq, perilaku dan tutur kata seseorang. Sedangkan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membuat seseorang makin takut kepada Allah, menjadikan seseorang makin peka terhadap aib dan kekurangan dirinya serta kelalaiannya dalam beramal dan membut seseorang makin zuhud serta tidak rakus terhadap dunia. (Lih. Tuhfatudz Dzakirin, hlm. 419, Faidhul Qadir 2/153, dan Al-Futuhat Ar Rabaniyah 3/132).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ilmu yang wajib dipelajari sebagaimana diperintahkan oleh Nabi adalah ilmu yang bermanfaat. Bukan ilmu yang tidak bermafaat. Tentu saja kadar kemanfaatan yang dimaksud adalah manfaat yang kembali kepada maslahat diri sendiri, dan manfaat yang muta’addiyah. Manfaat muta’addiyah maksudnya manfaat kepada pihak lain. Yakni manfaat kepada sesama.
Artinya ‘ilm nafi’ yang wajib dipelajari mencakup ilmu yang bermanfaat bagi diri, dan manfaat bagi orang lain dalam kehidupan sosial bermayarakat. Ilmu yang manfaatnya untuk kebaikan diri sendiri termasuk fardhu (wajib) ‘ain. Sedangkan ilmu yang bermanfaat bagi orang banyak dalam level kehidupan sosial bermasyarakat hukumnya fardhu kifayah. Wallahu a’lam.[]