Pembahasan tentang perbedaan antara Sunni dan Syiah, terutama yang berkaitan dengan doktrin dan keyakinan, adalah topik yang sangat sensitif dalam Islam. Kita akan mencoba menjelaskan beberapa poin yang sering diperdebatkan antara Sunni dan Syiah.
1. Konsep Imamah
Dalam Syiah, konsep imamah (kepemimpinan) dianggap sebagai salah satu pilar utama dalam keyakinan mereka. Syiah percaya bahwa para Imam (dimulai dari Ali bin Abi Thalib hingga Imam Mahdi) adalah pemimpin yang ditunjuk oleh Allah, memiliki otoritas spiritual dan politik, dan bersifat maksum (terbebas dari dosa). Dalam perspektif Sunni, konsep ini dianggap tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Sunni menekankan bahwa kepemimpinan umat seharusnya didasarkan pada pemilihan atau syura (musyawarah), bukan pada penunjukan ilahi atau keturunan tertentu.
Dari sudut pandang rasional, kritik yang sering diajukan oleh Sunni adalah bahwa konsep imamah ini dapat dianggap membatasi hak individu dalam memilih pemimpin dan mungkin mendukung hierarki yang tidak demokratis. Selain itu, gagasan bahwa seorang manusia bisa bebas dari dosa dianggap tidak realistis dan tidak sejalan dengan konsep kemanusiaan dalam Islam yang mengakui bahwa semua manusia bisa berbuat salah.
2. Ghulat (Ekstremisme) terhadap Para Imam
Beberapa sekte dalam Syiah, terutama sekte-sekte kecil yang lebih ekstrem, menganggap para Imam mereka sebagai entitas yang memiliki sifat-sifat ilahi atau semi-ilahi. Ghulat dalam hal ini sering dianggap oleh mayoritas Muslim sebagai penyimpangan dari monoteisme (tauhid). Keyakinan semacam ini dianggap oleh banyak ulama Sunni sebagai bentuk ghuluw (berlebihan) yang melanggar prinsip dasar Islam bahwa tidak ada yang layak disembah selain Allah.
Kritik rasional terhadap pemikiran ini berfokus pada bagaimana keyakinan semacam itu dapat mengaburkan garis antara keesaan Allah dan kemanusiaan, yang pada akhirnya bisa mengarah pada syirik (mempersekutukan Allah).
3. Mut’ah (Nikah Sementara)
Nikah mut’ah, atau pernikahan sementara, adalah praktik yang diterima dalam beberapa tradisi Syiah, tetapi sangat ditolak oleh Sunni. Sunni memandang mut’ah sebagai bentuk pernikahan yang tidak sah setelah diharamkan oleh Nabi Muhammad, sebagaimana tercatat dalam hadis-hadis Sunni. Mereka melihat praktik ini sebagai penyalahgunaan konsep pernikahan dan sebagai bentuk legalisasi perzinaan.
Dari sudut pandang rasional, kritik terhadap mut’ah biasanya didasarkan pada argumen bahwa pernikahan seharusnya menjadi institusi yang kokoh dan bertujuan untuk membangun keluarga yang stabil. Nikah sementara dianggap bertentangan dengan tujuan ini dan lebih mirip dengan kontrak sementara yang tidak memenuhi tujuan pernikahan dalam Islam.
4. Pengutamaan Ali bin Abi Thalib secara Berlebihan
Syiah memiliki pandangan yang sangat tinggi terhadap Ali bin Abi Thalib, menempatkannya di atas semua sahabat lainnya, dan dalam beberapa kasus, bahkan di atas para nabi selain Muhammad. Meskipun Sunni juga menghormati Ali, mereka tidak sepakat dengan pandangan bahwa Ali memiliki keutamaan yang sedemikian rupa sehingga mengesampingkan para sahabat lainnya, atau bahwa ia ditunjuk secara eksplisit oleh Nabi sebagai penerus tunggal.
Kritik rasional dari perspektif Sunni adalah bahwa pengutamaan yang berlebihan terhadap Ali bisa mengarah pada ketidakseimbangan dalam memahami sejarah Islam dan ajaran Rasulullah yang menekankan pentingnya persatuan umat tanpa membedakan satu sahabat di atas yang lain secara berlebihan. Sunni percaya bahwa semua sahabat Nabi memiliki peran penting dalam membangun fondasi Islam, dan pengutamaan Ali secara berlebihan bisa mengaburkan peran sahabat lainnya serta mengganggu persatuan dan kesatuan umat.
5. Sikap terhadap Sahabat dan Istri Nabi
Beberapa kelompok dalam Syiah memiliki pandangan yang kritis atau bahkan negatif terhadap beberapa sahabat Nabi dan istri-istri Nabi, terutama terhadap Abu Bakar, Umar, dan Aisyah. Dalam tradisi Sunni, sahabat dan istri Nabi dianggap sebagai figur yang sangat dihormati, dan mencela mereka dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap adab (etika) dalam Islam.
Dari sudut pandang rasional, Sunni berpendapat bahwa sikap seperti ini dapat memecah belah umat Islam dan menciptakan permusuhan internal yang tidak perlu. Mereka juga menekankan pentingnya bersikap hormat terhadap semua sahabat Nabi, mengingat peran penting mereka dalam menyebarkan Islam dan menjaga kemurnian ajarannya.