Berdaulat.id, Jakarta, 14 Mei 2025 – Indonesia Police Watch (IPW) menilai pengerahan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk pengamanan di lingkungan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia melanggar konstitusi, khususnya Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri. IPW menyebut langkah ini mengganggu penyelenggaraan negara, termasuk hubungan antarlembaga, pembagian kekuasaan, dan mekanisme pemerintahan.
Menurut IPW, Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa TNI bertugas sebagai alat pertahanan negara untuk mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan serta kedaulatan negara. Sementara itu, tugas keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945. Ketetapan MPR VII/2000 juga menegaskan bahwa TNI berperan sebagai alat pertahanan, bukan keamanan.
“Pengerahan TNI untuk pengamanan Kejaksaan jelas melanggar konstitusi dan TAP MPR. Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga mengganggu tatanan negara,” ujar Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, dalam keterangannya, Rabu (14/5/2025).
Pengerahan TNI ini merujuk pada Surat Telegram (ST) Panglima TNI Nomor TR/422/2025 yang memerintahkan penyiapan dan pengerahan personel serta alat kelengkapan untuk mendukung pengamanan Kejaksaan. Perintah tersebut ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) melalui ST Nomor ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025, yang memerintahkan pengerahan 30 personel untuk Kejaksaan Tinggi dan 10 personel untuk Kejaksaan Negeri dari satuan tempur dan bantuan tempur.
IPW juga menyoroti bahwa pengamanan ini tidak sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, yang mengatur tugas pokok TNI, termasuk operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Dalam pasal tersebut, tugas pengamanan hanya mencakup objek vital nasional bersifat strategis, seperti wilayah perbatasan atau kepentingan nasional yang ditetapkan pemerintah. “Gedung Kejaksaan bukan objek vital nasional, melainkan kantor pemerintahan di bidang penegakan hukum,” tegas Sugeng.
Langkah ini memunculkan pertanyaan di kalangan masyarakat: apakah ada situasi darurat atau bahaya yang mengancam Kejaksaan? IPW mendesak Jaksa Agung untuk memberikan penjelasan secara transparan terkait kebutuhan pengamanan tersebut. Selain itu, IPW meminta DPR memanggil Jaksa Agung, Panglima TNI, dan KASAD untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran konstitusi ini.
“Presiden dan DPR harus segera membahas pelanggaran serius ini. DPR perlu memanggil Panglima TNI dan KASAD untuk menjelaskan mengapa TNI melaksanakan tugas keamanan yang bukan tupoksinya,” tambah Sugeng.
IPW menegaskan bahwa pengamanan oleh TNI di lingkungan Kejaksaan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi menimbulkan preseden buruk bagi pemisahan peran TNI dan Polri. “Ini soal menjaga integritas konstitusi dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara,” pungkas Sugeng.