Senin, Maret 17, 2025
No menu items!
BerandaNasionalJejak Dakwah Sukirman di Papua Selatan, Antara Tantangan dan Keikhlasan

Jejak Dakwah Sukirman di Papua Selatan, Antara Tantangan dan Keikhlasan

Berdaulat.id, Papua Selatan — Sukirman, S.H., seorang alumni STIBA Makassar, melangkah ke jalan yang mungkin tidak banyak dipilih orang. Perjalanan dakwahnya ke Papua Selatan bukanlah kisah biasa, melainkan sebuah pengabdian penuh peluh dan keberkahan.

Awalnya ia ditugaskan ke Gresik, Jawa Timur, tetapi takdir Allah, membawa cerita ini ke arah yang berbeda. Kini, bersama istri dan anaknya yang masih kecil, Sukirman mengemban amanah besar di tanah Papua.

Awalnya, ia telah di-SK-kan untuk bertugas di Gresik. Dua bulan berlalu setelah pelepasan para dai, namun kabar tentang keberangkatan yang dinanti-nanti tak kunjung tiba.

“Kami sampai merasa sungkan,” kenangnya, “hampir setiap hari kami menghubungi Ketua DPW Jawa Timur untuk memastikan kesiapan tempat tugas.”

Tapi jawaban yang datang tetap sama: belum ada kepastian.

Waktu berjalan, dan kejenuhan mulai menyelimuti. Mengajar TK/TPA di kampung halaman memang tetap ladang pahala, tapi Sukirman ingin lebih. Melihat teman-teman seangkatannya sudah memulai pengabdian di masyarakat, rasa ingin berkhidmat di medan dakwah yang lebih luas tak bisa ia bendung. Ia mencoba menghubungi Ketua DPD Takalar, memohon agar ditempatkan di daerah asalnya saja. Tapi, lagi-lagi, jalan itu bukan untuknya. Takalar telah memiliki dai yang bertugas.

Di tengah kebimbangan, Allah membukakan jalan lain. Sebuah postingan di grup alumni STIBA Makassar menarik perhatiannya. Dibutuhkan seorang dai untuk bertugas di Papua Selatan. Tanpa berpikir lama, ia menghubungi kontak yang tertera dan mengajukan niatnya. Kesempatan ini adalah jawaban atas kebimbangannya.

Setelah berdiskusi dengan Ustaz Akino dan menunggu hasil musyawarah DPP Wahdah Islamiyah, ia diberikan tiga pilihan: Pangkep (Ponpes milik Ustaz Tamsil Linrung), sebuah daerah di luar Sulawesi yang namanya tak sempat ia ingat, atau Papua. Dengan keyakinan yang terpatri dalam hati, ia memilih Papua Selatan.

Hanya sepekan setelah keputusan itu, Sukirman berangkat. Bersama istri dan anaknya yang baru berusia satu tahun, ia meninggalkan kenyamanan untuk memulai perjalanan baru. Di tengah rindu akan kampung halaman, ia membawa harapan besar, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk masyarakat yang kini menjadi ladang amalnya.
Kesan Pertama dan Tantangan di Papua Selatan

Saat pertama kali menginjakkan kaki di Papua Selatan, Sukirman harus menghadapi realitas baru. Lingkungan yang berbeda dengan kampung halamannya di Takalar menuntutnya untuk beradaptasi, meski tak mudah.

“Ada sedikit perbedaan dengan daerah asal kami,” katanya singkat, seolah ingin menyimpan detailnya untuk dirinya sendiri.

Tapi di tengah semua itu, ada hal yang membuat perjalanan ini terasa lebih ringan: sambutan hangat. Para asatidz, pengurus, hingga santri binaan Wahdah Islamiyah Papua Selatan menerima kehadiran Sukirman dan keluarganya dengan tangan terbuka, menyelimuti mereka dengan rasa kekeluargaan yang tulus.

Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Ada rasa khawatir yang menyusup di hati, terutama terkait isu-isu konflik di Papua yang tak jarang terdengar. Sukirman mengakui, bukan hanya dirinya yang harus dikuatkan, tapi juga keluarganya.

“Kami terus berusaha melawan rasa khawatir tersebut dengan memperbanyak doa dan tawakal,” ungkapnya. Doa menjadi pegangan, dan tawakal menjadi kekuatan untuk tetap melangkah.

Diterima dengan Hangat oleh Komunitas

Dua pekan setelah kedatangannya, Sukirman diarahkan oleh Ketua DPW ke Masjid Al-Furqon, sebuah masjid binaan Wahdah Islamiyah. Di sana, ia bertugas sebagai imam rawatib sekaligus menjadi bagian dari kepengurusan masjid.

Sambutan hangat dari DKM Masjid Al-Furqon menjadi penguat semangatnya.

“Kami disambut dengan penuh kehangatan, bahkan diberi amanah tambahan sebagai naib khatib dan bendahara,” ujarnya dengan nada syukur.

Kehangatan itu menjadi motivasi tersendiri bagi Sukirman untuk terus berkhidmat. Tanggung jawab baru yang diembannya bukan beban, melainkan peluang untuk menanam amal lebih banyak di tanah yang kini ia sebut rumah kedua.

Program Dakwah yang Memberikan Dampak

Di tanah Papua, Sukirman menjalankan berbagai program dakwah yang membawa dampak nyata. Ia aktif dalam khotbah Jumat, menjadi imam rawatib, membina pondok, mengadakan program Tahfiz Weekend, mengajar di TK/TPA, hingga terlibat dalam tarbiah dan Dirosa. Selain itu, ia juga aktif dalam kepengurusan MUI distrik Merauke. Dari sekian banyak program, tarbiah dan Dirosah memiliki tempat tersendiri di hatinya.

“Program ini sangat berdampak,” ujarnya.

“Para binaan begitu antusias, bahkan khawatir jika kami pulang kampung nanti, tidak ada yang melanjutkan membina mereka.”

Ungkapan ini sekaligus menjadi pengingat tentang betapa pentingnya peran seorang dai di komunitas yang haus akan ilmu dan bimbingan.

Keputusan untuk Memperpanjang Masa Pengabdian

Masa pengabdian resminya sebenarnya telah usai. Namun, Sukirman memilih untuk tetap bertahan. Keputusan ini bukan tanpa alasan.

“Kami merasa keberadaan kami sangat dibutuhkan di sini,” tuturnya.

Meskipun isu-isu konflik kadang membayangi, tekad Sukirman tidak goyah. Ia terus berpegang pada doa dan keikhlasan, memohon kekuatan dan perlindungan dari Allah.

Di tanah Papua yang jauh dari kampung halaman, Sukirman menemukan arti dari pengabdian yang sesungguhnya—menjadi bagian dari perjuangan dakwah yang membawa manfaat bagi umat.

Momen Berkesan

“Alhamdulillah, banyak momen yang berkesan selama kami berdakwah di tanah Papua,” ujarnya dengan nada syukur yang tak bisa disembunyikan.

Salah satu momen paling berarti adalah ketika ia dipercaya menjadi bagian dari MUI di Merauke. Sebuah amanah yang menurutnya bukan sekadar tugas, tetapi juga kehormatan.

Selain itu, ada pula kebahagiaan yang terpancar saat ia dapat berbagi ke masyarakat asli Papua dalam program berbagi hewan kurban yang diinisiasi oleh DPW dan DPD.

“Melihat senyum mereka, merasakan hangatnya sambutan mereka—itu adalah kebahagiaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata,” katanya, menyiratkan betapa pengabdian ini adalah bagian dari perjalanan spiritualnya.

Namun, dari semua momen yang berkesan, hikmah terbesar justru datang dari interaksi dengan masyarakat Papua.

“Kami belajar tentang kerukunan dan toleransi yang luar biasa di sini,” ungkapnya dengan nada haru. Ia bercerita bahwa meskipun banyak isu negatif yang sering terdengar tentang Papua, realitas yang ia alami berbeda.

“Masyarakat asli Papua menunjukkan keramahan yang luar biasa. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua seperti yang digambarkan dalam isu-isu yang beredar,” tambahnya.

Sukirman berharap harmoni itu akan terus terjaga, menjadi bukti nyata indahnya keberagaman dan toleransi di tanah Papua.

Harapan untuk Dakwah di Papua

Ketika ditanya tentang peran alumni STIBA lainnya dalam mendukung dakwah di Papua, Sukirman menyampaikan pandangannya.

“Papua, khususnya Papua Selatan, sangat membutuhkan dai,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa daerah ini mencakup empat kabupaten yang luas, dengan berbagai tantangan dalam merapikan kelembagaan Wahdah Islamiyah.

“Kami butuh personel yang berkompeten, perintis yang siap membangun program-program dakwah dan mencetak kader penerus di masa depan,” ujarnya dengan penuh harap.

Meski demikian, ia mengungkapkan sedikit keprihatinan.

“Sebagian ikhwan alumni atau dai enggan diutus ke Papua. Padahal, dakwah di sini adalah ladang amal yang besar,” ujarnya, mengingatkan.

Sukirman berharap agar STIBA Makassar atau DPP Wahdah Islamiyah dapat mengutus lebih banyak lagi dai ke tanah Papua, sehingga program-program dakwah dapat berjalan lebih efektif.

Inspirasi dari Bumi Papua

Dari pengalaman Sukirman, kita belajar bahwa dakwah bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan perjalanan hati.

Setiap langkah yang ia tempuh di Papua adalah cermin dari ketulusan seorang dai yang ingin membawa cahaya Islam ke pelosok negeri.

Dan di balik segala tantangan yang ada, ia telah menemukan pelajaran besar: tentang toleransi, kebersamaan, dan pentingnya peran seorang dai untuk membangun harapan di tanah yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Sukirman mengakhiri dengan doa dan harapan.

“Semoga Allah selalu menjaga kita semua dalam dakwah ini, memberi kekuatan, dan meneguhkan langkah kita,” ujarnya.

Bagi Sukirman, Papua bukan sekadar tempat tugas, tetapi rumah kedua yang menyimpan banyak hikmah dan keindahan.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments