Berdaulat.id – Kebijakan pembatalan 50 persen dana BOS untuk menggaji guru honorer yang baru saja diterbitkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem tentu kabar buruk bagi guru honorer yang selama ini penuh pengabdian.
Demikian diungkap Anggota Komisi X DPR RI, Zainuddin Maliki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (16/4/20).
Menurutnya, pemerintah khususnya Mendikbud bisa memahami secara mendalam pengabdian guru honorer. Apalagi, mereka telah mengisi kekosongan terhadap kurangnya tenaga pengajar.
“
Mereka telah mengabdi mengisi kekurangan guru, menggantikan guru yang pensiun atau meninggal, mengisi kekosongan jabatan guru yang diangkat jadi kepala sekolah. Penambahan sekolah dan kelas baru bisa berjalan antara lain berkat jasa dan pengabdian para guru honorer,” ujar dia.
Dengan diterbitkannya pemotongan 50 persen dana BOS, kata Zainuddin, akan membebani pihak sekolahan. Dimana, Sumber pemasukan setiap sekolah sangat minim.
“Sekarang sekolah tak memiliki sumber dana untuk membayar mereka karena BOS dihabiskan untuk menjamin pelaksanaan pembelajaran siswa dari rumah selama masa pandemi,” tutur dia.
Tentu semakin mèmprihatinkan terutama nasib guru-guru bukan ASN (aparatur sipil negara), dan tidak tercatat di Data Pokok Pendidikan (dapodik) per 31 Desember 2019. Kondisi ini terjadi di saat mereka tidak bisa mendapat penghasilan karena dampak pandemi covid-19,” tambahnya.
Dia berharap, Menteri Nadiem sebagai orang nomer 1 di Kementerian Pendidikan tidak lepas tangan terhadap nasib guru honorer. dan meminta agar pemerintah tetap memberikan hak dan kewajibannya.
“Mendikbud tidak boleh lepas tangan begitu saja. Dalam hal ini refocussing anggaran Kemendikbud mencapai Rp4,9 T seharusnya tetap diperjuangkan Mendikbud agar dialokasikan untuk mengatasi dampak ekonomi pandemi covid-19 dengan membayar gaji guru honorer,” tukas dia.[ark]