Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang dikenal karena kesalehannya, memberikan contoh nyata bagaimana ambisi dapat diarahkan menuju kebaikan. Dalam kehidupan duniawi, banyak dari kita yang terjebak dalam mengejar materi dan kedudukan. Namun, Umar bin Abdul Aziz menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kepuasan sejati tidak terletak pada kemewahan dunia, tetapi pada pencapaian spiritual yang lebih tinggi.
Dalam kisah yang diangkat dari kitab “Wafayatul Ayan”, diceritakan bahwa Raja bin Haiwah, seorang ulama besar, pernah membelikan baju untuk Umar bin Abdul Aziz seharga 6 dirham. Meski harganya terbilang murah, Umar merasa baju tersebut terlalu bagus baginya dan bertanya apakah ada yang lebih murah. Respons Umar ini membuat Raja bin Haiwah menangis, mengenang masa ketika Umar pernah menerima baju seharga 600 dirham. Saat itu, Umar merasa baju tersebut masih kasar dan meminta yang lebih mahal. Transformasi pandangan Umar ini menunjukkan pergeseran dari kehidupan yang berorientasi pada dunia menuju orientasi spiritual.
Umar bin Abdul Aziz menjelaskan bahwa ia memiliki jiwa yang ambisius. Ambisinya membawa ia menikahi Fatimah binti Abdul Malik, menjadi gubernur, dan akhirnya mencapai puncak kekuasaan sebagai khalifah. Namun, setelah mencapai semua itu, Umar menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang harus ia tuju: surga. Kesadaran ini mengarahkan Umar untuk lebih fokus pada kehidupan akhirat, meninggalkan ambisi duniawi yang fana.
Umar bin Abdul Aziz menjadi simbol orang-orang besar yang berpikir jauh ke depan. Mereka tidak hanya puas dengan pencapaian duniawi, tetapi terus mencari apa yang bisa mereka lakukan selanjutnya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan dalam Surat An-Nazi’at ayat 26 bahwa untuk kenikmatan surgalah hendaknya para kompetitor bersaing. Ini menunjukkan bahwa ambisi harus diarahkan pada pencapaian yang lebih tinggi, yaitu kehidupan akhirat yang abadi.
Dalam kehidupan kita, sering kali kita melihat orang-orang yang terus menerus mengejar kekayaan, jabatan, dan pengaruh. Namun, seperti yang dicontohkan oleh Umar bin Abdul Aziz, kebahagiaan sejati tidak ditemukan dalam harta atau kedudukan, tetapi dalam pencapaian spiritual dan kedekatan dengan Allah. Para nabi, rasul, dan ulama besar sepanjang sejarah selalu berlomba dalam kebaikan, berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah dan amal saleh.
Mereka yang benar-benar beriman tahu bahwa dunia ini hanyalah sementara. Kekayaan, kekuasaan, dan kedudukan semuanya akan hilang seiring waktu, tetapi pahala dari amal ibadah akan bertahan selamanya. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk berkompetisi dalam hal-hal yang abadi, bukan dalam hal-hal duniawi yang fana.
Seperti halnya seorang atlet yang berambisi untuk bermain di liga tertinggi, seorang muslim sejati harus berambisi untuk meraih surga. Surga adalah puncak dari semua ambisi spiritual, tempat dimana segala kenikmatan dan kebahagiaan sejati berada. Dalam Surat Al-Waqi’ah ayat 24, Allah berfirman tentang orang-orang yang beriman: “Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), mereka itulah yang paling dahulu (masuk surga).” Mereka adalah orang-orang yang berlomba untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya.
Kisah Umar bin Abdul Aziz ini mengajarkan kita untuk mengarahkan ambisi kita ke arah yang benar. Dalam kehidupan yang serba cepat dan materialistik ini, mudah untuk terjebak dalam mengejar hal-hal yang tidak akan bertahan lama. Namun, dengan mengambil inspirasi dari kehidupan Umar bin Abdul Aziz, kita dapat belajar untuk mengarahkan ambisi kita menuju pencapaian yang lebih tinggi dan abadi, yaitu surga.
Keyword : kisah Umar bin Abdul Aziz, ambisi spiritual, orientasi akhirat, surga dalam Islam, contoh pemimpin bijaksana, nilai-nilai Islam, transformasi spiritual, kesederhanaan dalam Islam, hidup sesuai syariat, teladan khalifah, inspirasi hidup islami, mengejar pahala, hakikat kehidupan, kedekatan dengan Allah, perjuangan umat Islam.