Jika mahasiswa kuliah hanya untuk cari makan, maka renungkanlah: “Monyet saja bisa makan tanpa kuliah”. Demikian bunyi kalimat paragraf terakhir artikel ke-10 buku ‘’Jangan Kalah Sama Monyet: 101 Gagasan Pemandu Pemikiran pada Era Kebohongan”, karya Dr. Adian Husaini.
Buku ‘’Jangan Kalah Sama Monyet”! ini berisi 101 artikel singkat tentang berbagai hal. Adian Husaini penulis buku ini menyatakan bahwa artikel dalam tulisan ini merupakan panduan menjaga pikiran pada era kebohongan seperti zaman ini.
Praktisi pendidikan Islam ini memang menyentil zaman ini sebagai masa penuh kebohongan sebagaimana pernah dikabarkan Nabi Muhammad SAW melalui sabdanya, “Akan datang pada umat manusia tahun-tahun yang penuh kebohongan. Saat itu pembohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap pembohong. Pengkhianat dianggap sebagai orang amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Dan yang banyak berbicara kepada masyarakat adalah ruwaibidhah. Ada yang bertanya, “Siapakah ruwaibidhah itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Orang bodoh yang memegang urusan masyarakat”. (terj. HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).
Penulis tidak memastikan bahwa saat ini merupakan zaman yang digambarkan Rasulullah SAW dalam hadis di atas. Tapi, “yang jelas, saat ini kita telah memasuki suatu masa yamg dikenal sebagai era post-truth, zaman pasca kebenaran atau era yang melampaui kebenaran. Tidak ada lagi ‘’setelah kebenaran” kecuali kebohongan”. (hlm.14).
Adian menulis bahwa pada era ini berita dan informasi kadang lebih diterima karena faktor emosi meskipun tidak didukung fakta dan data yang memadai. Informasi diterima begitu saja tanpa chek and rechek. Seolah-olah inilah zamannya ‘’kebohongan yang diulang-ulang akan jadi (dianggap) kebenaran”.
Buku berjudul ‘’Jangan Kalah Sama Monyet”! ini adalah respon dan tawaran solusi terdahap kondisi tsunami informasi di era post truth dan kebohongan ini. Sebab menurutnya satu-satunya cara untuk membentengi dan keluarga serta masyarakat dari serbuan informasi destruktif akibat hoax dan kebohongan adalah membangun pola pikir benar, adil, dan beradab.
‘’Insya Allah dengan pola pikir yang benar, kita dan seluruh anggota keluarga bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang salah. Beragam ide dalam buku ini mencakup berbagai topik, tetapi sebagian besar terkait dengan masalah ilmu, pendidikan, dan peradaban”. (hlm.16).
Tapi kenapa judulnya “Jangan Kalah Sama Monyet”? ada apa dengan Monyet? dan apa salah monyet?
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa buku ini berisi 101 artikel yang mencakup berbagai topik. Tetapi yang paling dominan adalah topik tentang pendidikan dan segala setuatu yang berkaitan dengannnya. Nah, salah satu artikel tentang pendidikan adalah ‘’Jangan Kalah Sama Monyet”! yang merupakan artikel ke-10 pada halaman 61-64.
Kalimat jangan kalah sama monyet sebenarnya sentilan terhadap cara pandang yang keliru dan mindset yang salah dalam melihat pendidikan. Dimana pendidikan dipersempit sebagai sarana cari kerja dan kekayaan saja. Padahal dalam konsepsi Islam belajar dan cari ilmu itu ibadah. Ilmu yang dipelajari dan dicari hendaknya ilmu yang diperlukan untuk (1) bisa beriman dan beribadah dengan benar, serta (2) untuk menjaga ketahanan dan kemaslahatan masyarakat.
Menurutnya seorang pelajar ketika memilih jurusan di jenjang pendidikan tinggi hendaknya mempertimbangkan potensi dirinya dan juga apa yang kelak dapat dikontribusikan pada masyarakat, umat dan bangsa lewat ilmu tersebut. Bukan sekedar soal basah tidak nya suatu prodi di dunia kerja. Karena kuliah dengan memilih suatu bidang ilmu tertentu hanya untuk cari makan dan atau pekerjaan. “Maka renungkanlah”, kata beliau, “Monyet saja bisa makan tanpa kuliah”. (hlm.64).
Memang fenomena seperti itu tidak sepenuhnya salah para peserta didik atau masyarakat. Boleh jadi hal itu merupakan dampak dari konsep dan sistim pendidikan yang keliru dan kehilangan arah. Ketika pendidikan dipersepsikan sebagai pabrik dan berorientasi pada melahirkan buruh, pekerja, karyawan, pegawai negeri maupun swasta, maka yang terjadi orang menempuh pendidikan hanya untuk tujuan pragmatis seperti itu.
Selain ‘’Jangan Kalah Sama Monyet”, masih ada puluhan artikel lainnya tentang ilmu, pendidikan, dan peradaban yang terdapat dalam buku setebal lima ratus belasan halaman ini. Mulai dari soal iman, takwa, dan akhlak mulia sebagai tujuan pendidikan, kurikulum takwa sebagai jalan mencapai tujuan pendidikan, pentingnya jiwa guru dalam pendidikan, pendidikan adab dan karakter, dan sebagainya.
Pada artikel ke-98 misalnya penulis mengangkat konsep dasar pendidikan nasional yang diletakkan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Artikel berjudul “Inilah Pesan Ki Hajar Dewantara”! ini terdiri atas dua sub judul kecil, salah satunya adalah ‘’Hanya Bisa Jadi Buruh”! yang berisi kritik Ki Hajar terhadap model pendidikan barat yang pada masa itu digandrungi oleh kaum priyayi.
‘’Pendidikan model kolonial, menurut Ki Hajar Dewantara tidak membangung manusia dan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dan merdeka lahir batin. Namun, hanya mengarahkan menjadi buruh dan bangsa yang bergantung pada Barat”. (hlm.490). tetapi anehnya kata Ki Hajar banyak priyayi atau kaum Bangsawan yang senang menerima model pendidikan seperti ini yang hanya mengembangkan intelektual dan fisik dan semata-mata hanya memberikan surat ijazah yang hanya memungkikan mereka menjadi buru. (hlm.491).
Selain itu masih banyak sub judul lain dari buku ini yang menarik untuk ditelaah, seperti, ‘’Beginilah Kyai Dahlan Mendidik Kita”, “Ilmuwan Kelas Kambing”, “Jiwa Guru”, “Jadilah Bangsa Terkuat”, “Berislam dan Berindonesia”, “NKRI Adil dan Beradab!”, “Full Day Learning”, “Inilah Hakikat Pendidikan” (hlm.149-152), “Homoseksual: Apa Harus Dibiarkan?” (hlm.160-165), “Jiwa Merdeka” (hlm. 166), “Kurikulum Takwa” (hlm.252-255), ‘’Banyak Mahasiswa Bunuh Diri: Ada Apa?” (hlm.443-447), dan sebagainya.
Adian Husaini penulis buku ini adalah seroang pendidik dalam arti pakar dan praktisis sekaligus. Ia terlibat secara langsung sebagai pendidik di Pesantern Darut Taqwa Cibinong Bogor tahun 1988 sebagai guru Biologi. Saat ini mengemban amanah sebagai Ketua Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor. Selain itu ia juga mendirikan dan mengelola Pesantren At-Taqwa Depok yang membina santri dari jenjang TK-PT. Ia juga menjabat sebagai ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), sebuah lembaga dakwah dan sosial yang didirikan M. Nastir, M.Roem, Syafruddin Prawira Negara dan founding fathers RI lainnya.
Berbagai amanah dan tugas di atas beliau emban dalam rangka mencurahkan potensi dan perhatian beliau pada bidang pendidikan. Termasuk menulis buku dan artikel tentang pendidikan. Ada sekira belasan buku dan puluhan sampai ratusan artikel tentang pendidikan beliau tulis.
Nah, buku ‘’Jangan Kalah Sama Monyet” ini mewakili saripati dari buku-buku beliau lainnya yang terkait dengan berbagai hal. Kelebihan isi buku ini disampaikan dengan bahasa yang praktis dan popular. Sehingga teras ringan. Tema serius disampaikan secara lugas dengan bahasa popular yang ringan. Sehingga seperti terasa renyah. Selamat membaca.
Identitas buku selengkapnya:
Judul : Jangan Kalah Sama Monyet: 101 Gagasan Pemandu Pikiran pada Era Kebohongan
Penulis : Dr. Adian Husaini
Penyunting : Irin Hidayat
Penerbit : Pro-U Media
Tahun Terbit : 2020