Selasa, Januari 14, 2025
BerandaBisnisPengembangan Sawit di Pulau Jawa, Sebuah Urgensi atau Latah Semata?

Pengembangan Sawit di Pulau Jawa, Sebuah Urgensi atau Latah Semata?


Berdaulat.id – Pengembangan sawit diperkirakan masih terus terjadi, termasuk di Pulau Jawa. Meskipun Pulau Jawa bukan merupakan pusat utama perkebunan sawit, terdapat beberapa area perkebunan sawit yang signifikan di Pulau Jawa seperti misalnya, Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur. Di sisi lain, Pulau Jawa berperan sebagai lumbung pangan nasional artinya memiliki kontribusi besar dalam menyediakan kebutuhan pangan nasional.

Dengan luasan lahan serta daya dukung dan tampung lingkungan yang mendekati ambang batas, ditambah kondisi krisis pangan global, menanam sawit di Jawa menimbulkan pertanyaan apakah dapat benar memberikan keuntungan dibandingkan dengan mengusahakan komoditas selain sawit khususnya komoditas pangan?

I Gusti Ketut Astawa, Deputi 1 Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional memaparkan bahwa Pulau Jawa merupakan sentra pangan nasional. “Rata-rata produksi komoditas pangan di Pulau Jawa mencapai 60% dari total produksi pangan nasional. Hal ini menjadikan Pulau Jawa sentra pangan nasional. Badan Pangan Nasional berusaha mengendalikan harga dari hulu hingga hilir dengan memastikan kesediaan pasokan pangan. Sawit bukan menjadi komoditas utama yang ingin didorong karena supply sawit di Indonesia sudah mencukupi bahkan dapat diekspor,” ujar Astawa.

Pernyataan tersebut dikutip saat beliau menjadi narasumber dalam Diskusi dan Peluncuran buku, Gula-gula Sawit di Pulau Jawa (Harapan Manis Berbuah Tangis?) yang diinisiasi oleh Sawit Watch pada Kamis, 16 Mei 2024. Dapat disaksikan secara virtual melalui Zoom dan Youtube

Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch, menambahkan bahwa, seperti tajuk diskusi kali ini, memungkinkan jika kisah sawit di Pulau Jawa mengikuti sejarah perkebunan gula di Indonesia yang awalnya digemari lalu ditinggalkan. Di Pulau Jawa, sawit seharusnya tidak menjadi komoditas unggulan. “Maraknya konversi lahan menjadi lahan sawit di Pulau Jawa merupakan hal baru. Sawit seharusnya tidak menjadi komoditas unggulan di Pulau Jawa. Sebaiknya, dikembangkan pangan dan kawasan hutan diberikan izin perhutanan sosial, serta memberlakukan agroforestry. Berlakukan juga TORA untuk eks HGU yang sudah tak terpakai,” ujarnya.

Senada dengan hal tersebut, Arief Rahman, Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah/P4W, IPB University. Beliau memaparkan bahwa sawit Jawa mengandung kebaruan (novelty) dan kemenarikan.

Menurutnya, hal ini wajar karena secara proporsi luas perkebunan sawit di pulau jawa kecil hanya 0,21% sehingga banyak orang yang tidak tahu. “Sawit jauh dari tema bahkan jika ada sektor pertanian yang masuk adalah sektor pertanian pangan. Jawa tidak diarahkan untuk mengembangkan sawit sehingga petani sawit tidak mendapat dukungan dari pemerintah. Baik secara kebijakan dan potensi, serta luas areal sawit bukan komoditas unggulan di pulau Jawa,” tutur Arief.

Terkait pangan, Tejo Wahyu Jatmiko dari Perkumpulan Indonesia Berseru menyatakan, bahwa perlu meskipun banyak mengeluhkan ketahanan pangan harga mati, nyatanya, krisis pangan belum ditangani secara serius.

“Ketahanan pangan belum dilihat secara serius oleh pemerintah. Pangan tidak baik saja. Lahan menyempit, jumlah mulut meningkat, produktivitas meningkat tipis. Kita ini selalu berbicara ketahanan pangan tapi bertumpu dengan impor. Kita bergantung dengan sistem pangan global, padahal sistem pangan ini yang juga menyebabkan dunia mengalami kelaparan dan ketergantungan,” ujar Tejo.

Ia menyarankan agar dilakukan transformasi pangan. Lebih lanjut, ia mengajak masyarakat untuk ikut menjaga stabilitas pangan dengan menjaga pola konsumsi.

Dari hasil kajian Sawit Watch yang tertuang dalam buku ini, ditemukan bahwa, “Jika melihat dalam kerangka kebijakan Nasional, Pulau Jawa tidak dikembangkan untuk industri sawit melainkan fokus pada tebu, kopi, kakao dan kelapa. Dan pengembangan sawit juga tidak direncanakan di Pulau Jawa.

Sawit di Jawa dan Banten bukan komoditas unggulan namun komoditas potensial yang kerap memiliki daya tarik yang kuat bagi daerah atas segelintir kisah pengembangannya di Sumatera dan Kalimantan.

Padahal fakta nya di Pulau Jawa, sawit juga berdampak pada munculnya permasalahan seperti misalnya konflik lahan, permasalahan lingkungan hingga permasalahan pembayaran yang tertunda berbulan-bulan.

Sawit dianggap sebagai komoditas strategis nasional. Namun, peran sawit sebagai komoditas strategis daerah khususnya di Pulau Jawa perlu dikaji secara mendalam.

Atas kondisi ini Sawit Watch dalam kesempatan ini merekomendasikan beberapa hal seperti diantaranya : 1) Perlu mengkaji ilang pengembangan sawit di Pulau Jawa, 2) Pemisahan wilayah untuk pangan dan perkebunan menjadi penting agar melindungi lahan pangan,

3) Penting membuat kebijakan daerah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di level daerah untuk menjaga sumber pangan dari ancamanan alih fungsi, 4) Terkait pemanfaatan lahan keterlanjuran di kawasan hutan dapat diajukan perhutanan sosial melalui proses jangka benah dengan model agroforestri atau reforestasi,

5) Tidak merekomendasikan penanaman sawit baru yang dilakukan di area konservasi seperti pesisir dan kaki gunung yang memiliki tutupan hutan, 6) Perlu mengawasi keberadaan kebun sawit baru/alih fungsi menjadi sawit agar tidak memunculkan permasalahan.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments