Berdaulat.id – Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Romy dikurangi hukumannya dari 2 tahun menjadi 1 tahun penjara. Hal itu setelah banding Romi diterima Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Menanggapi hal itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, pengurangan hukuman di tingkat banding terhadap Romy telah mencoreng rasa keadilan di tengah masyarakat.
Bahkan, kata dia, putusan yang dijatuhkan PT DKI Jakarta itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan putusan seorang Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Bekasi yang melakukan tindak pidana korupsi berupa pemerasan pada tahun 2019 yang lalu.
“Kepala Desa itu divonis 4 tahun penjara karena terbukti melakukan pemerasan sebesar Rp 30 juta. Sedangkan Romi, berstatus sebagai mantan ketua umum partai politik, menerima suap lebih dari Rp 300 juta, namun hanya diganjar dengan hukuman 1 tahun penjara,” kata Kurnia dalam keterangannya, Jumat (24/4/20).
Dia mengungkapkan, vonis Romy ini paling rendah jika dibandingkan dengan vonis-vonis mantan Ketua umum partai politik lainnya. Misalnya, Luthfi Hasan Ishaq, mantan Presiden PKS, (18 tahun penjara), Anas Urbaningrum, mantan Ketum Partai Demokrat (14 tahun penjara), Suryadharma Ali, mantan Ketum PPP (10 tahun penjara), dan Setya Novanto, mantan Ketum Partai Golkar (15 tahun penjara).
Dia menuturkan, seharusnya vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi itu bisa lebih berat dibandingkan dengan putusan di tingkat pertama.
“Bahkan akan lebih baik jika dalam putusan tersebut Hakim juga mencabut hak politik yang bersangkutan,” tegas Kurnia.
Diketahui, banding ini diajukan Jaksa Penuntut KPK dan pihak Romi. KPK mengajukan banding lantaran menilai hukuman 2 tahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan yang dijatuhkan hakim kepada Romi belum memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Hukuman terhadap Romi lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa yang meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Selain itu, banding ini diajukan KPK lantaran Hakim tidak menjatuhkan hukuman tambahan uang pengganti sebesar Rp46,4 juta yang dituntut Jaksa. Hakim juga tidak mengabulkan tuntutan Jaksa untuk mencabut hak politik Romi.
Romi sebelumnya divonis 2 tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 20 Januari 2020. Romi dinyatakan bersalah menerima uang suap dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin dan mantan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik, Muafaq Wirahadi.
Suap ini diberikan lantaran Romi telah membantu Haris dan Muafaq dalam proses seleksi jabatan di lingkungan Kemag yang diikuti keduanya. Majelis hakim menyatakan Romi terbukti menerima suap senilai Rp 255 juta dari Haris Hasanuddin.
Selain itu, Romi juga terbukti menerima uang sebesar Rp 50 juta dari Muafaq Wirahadi terkait seleksi Kepala Kantor Kemag Kabupaten Gresik. Haris dan Muafaq sendiri telah divonis dalam kasus ini. Haris dihukum 2 tahun pidana penjara, sementara Muafaq dihukum 1 tahun 6 bulan pidana penjara.
Hukuman terhadap Romi ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut KPK yang meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Romy dihukum pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp46,4 juta dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok. (Hdr)