Berdaulat.id – Dirjen Penyelenggaaan Haji dan Umroh Kemenag RI, Hilman Latief menyampaikan meski ada penyesuaian biaya, Indonesia perlu bersyukur karena kuota haji tahun ini sudah kembali normal.
Dilanjutkannya, dalam beberapa bulan lalu Kemenag telah melakukan mitigasi beberapa BPIH yang selama ini masih berpatok pada kuota haji 2019.
“Kita belajar bahwa pada 2022, kuota haji hanya 47%. Ini ternyata menghadapi perubahan situasi beberapa komponen biaya, yang pada 2019 menjadi rujukan. Namun perlu dipahami dari 2019 ke 2022 itu sudah 3 tahun. Artinya 2023 sudah 4 tahun. Jadi bagaimana kita merumuskan biaya-biaya yang akan dibebankan kepada jamaah dan nilai manfaat,” kata Hilman dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 secara virtual dalam diskusi bertajuk ‘Penyesuaian Biaya Haji 2023’, Senin (27/2/2023).
Tahun 2023 Indonesia mendapat kuota sebanyak 221.000 orang. Terdiri dari 203.000 orang calon jamaah haji reguler, dan sisanya jamaah haji khusus.
“Kami bersyukur untuk tahun musim haji 1444 Hijriah ini tidak ada batasan usia sehingga jamaah yang tertunda pada 2020 dan 2022 Insyallah berkumpul di 2023. Kita akan berangkatkan jamaah dengan usia di atas 65 tahun sekitar 65.000 orang,” kata Hilman.
Selain itu, saat ini Kemenag juga tengah memitigasi untuk jamaah lansia yang begitu banyak. Namun, saat ini Indonesia tidak mengeluarkan kebijakan baru terhadap pendampingan jamaah lansia. Hal tersebut dikarenakan bisa berdampak pada jamaah lain yang sudah menunggu bertahun-tahun untuk berangkat.
Dilansir telusur.co.id, Kementerian Agama (Kemenag) melakukan penyesuaian Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2023 menjadi sebesar Rp90,05 juta.
Dari jumlah tersebut, besaran komponen biaya haji yang harus dibayarkan oleh calon jemaah diusulkan sebesar 55,3% atau Rp49,81 juta, dan sebanyak 44,7% persen atau Rp40,23 juta akan menggunakan biaya dari nilai manfaat dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Komponen biaya terutama direct cost memang paling menonjol dalam penyesuaian BPIH ini. Dari total BPIH sebesar Rp90 jutaan tersebut, direct cost menyerap dana paling besar mencapai Rp80 jutaan. Sedangkan untuk biaya operasional dan layanan di luar negeri maupun dalam negeri hanya sekitar 1% – 2%, belum termasuk makan,” beber Hilman.
Pengelolaan Nilai Manfaat
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Perhajian Indonesia, Moch Jasin mengatakan kenaikan biaya layanan, penerbangan dan akomdasi lainnya sudah menjadi hal yang wajar.
Kendati demikian, hal yang paling penting adalah bagaimana BPKH bisa mengembangkan dana haji yang terkumpul sehingga kenaikan BPIH tidak menjadi masalah.
“Biaya naik itu wajar, tapi terpenting adalah kemampuan untuk mengembangan dana terkumpul itu, maka kenaikan harga ini tidak jadi masalah bagi BPKH. Mereka harus punya target kinerja, berapa triliun yang bisa dikembangkan, itu harus transparan kepada publik, lalu evaluasinya bagaimana, jangan diam-diam saja, kalau begitu apa gunanya didirikan BPKH,” ujarnya.
Jasin mengatakan saat ini setoran awal calon jamaah haji Indonesia yakni sebesar Rp25 juta sehingga dari setoran itu terkumpul sebesar Rp116 triliun yang dikelola BPKH.
Dari dana haji tersebut, BPKH harus pintar mengelola dan mengembangkannya melalui berbagai skema sehingga biaya BPIH tidak menjadi berat ketika ada penyesuaian.
“Di sini ada kewajiban BPKH untuk melakukan pengembangan dana, untuk menginvestasikan agar dananya lebih banyak. Walaupun bukan profit oriented tetapi akan keluar nilai manfaat lebih besar. Bisa melalui sukuk atau surat berharga negara dan lainnya. Perlu diketahui, nilai manfaat itu bukan subsidi tetapi memang dana calon jamaah haji yang dikelola BPKH agar dapat meringankan biaya haji para jamaah,” katanya.
Dia mencontohkan, seperti Malaysia juga terdapat Tabungan Haji Malaysia.
Meskipun jumlah jamaah hajinya lebih sedikit dibandingkan Indonesia yang merupakan terbanyak di dunia, tetapi Malaysia dinilai mampu mengembangkan dana haji melalui berbagai usaha yang dimilikinya seperti perkebunan sawit, perhotelan, dan apartemen.
“Nah Malaysia bisa memaksimalkan dan meningkatkan itu. Dia (Malaysia) bisa memutar dan menghasilkan return dan nilai manfaat yang tinggi,” ujarnya.
Selain itu, menurut Jasin, pemerintah sebenarnya juga bisa melakukan forum negosiasi agar bisa melakukan efisiensi BPIH mulai dari hotel, penerbangan, hingga nego biaya transportasi di Jedah ke Mekkah.
“Prinsip efisensi harus dimunculkan dengan cara menawar dan itu ternyata bisa dilakukan dulu saat saya di Kemenag. Kita ikut terjun dari hotel ke hotel, ada 119 hotel yang disewa, kita tanyakan harga sudah ditawar atau belum,” imbuhnya.[fh]