Salah satu amalan yang dianjurkan pada sepuluh malam terakhir Ramadan adalah beri’tikaf. I’tikaf artinya berdiam dan menetap di masjid dalam rangka ibadah dengan jangka waktu tertentu .
Landasan hukum pelaksanaan i’tikaf di akhir Ramadan adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187 dan beberpa hadis Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam.
وَلاَ تُـبَاشِرُوْهُنَّ وَأَنْـتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ البقرة : 187
“Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid”(QS. Al Baqarah : 187)
Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Penyebutan kata i’tikaf setelah puasa merupakan petunjuk dan peringatan bahwa i’tikaf dilakukan saat puasa dan atau di akhir Ramadan”. (Tafsir ibnu Katsir/213).
Sedangkan dalil i’tikaf di sepuluh akhir Ramadan dari sunnah ada beberapa hadis hadis ‘Aisyah radhiyallahu ‘anh, beliau berkata:
كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ )رواه البخاري ومسلم (
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh akhir bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah, kemudian istri-istri beliau ber’itikaf sepeninggal beliau”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain dijelaskan bahwa beliau ber’tikaf 20 hari akhir hayat beliau, yakni pada Ramadan terakhir beliau.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعتكف في كل رمضان عشرة أيام ، فلما كان العام الذي قبض فيه اعتكف عشرين يوما ) رواه البخاري . .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada setiap bulan Ramadan selama sepuluh hari, dan pada tahun beliau wafat beliau ber’tikaf 20 hari”. (HR. Bukhari).
Hukum I’tikaf
Ulama sepakat bahwa hukum asal dari i’tikaf adalah sunnah (tidak wajib). Imam Ibnu ‘Arabi Al Maliki dan Ibnu Baththal rahimahumallah menganggapnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan) karena karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya selama hidupnya.
Hukum asal ini berubah menjadi wajib jika seseorang bernazar untuk melakukannya. Maksudnya jika seseorang bernazar untuk i’tikaf maka orang tersebut wajib ber’tikaf sesuai nazarnya. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau pernah bernazar pada masa jahiliyah untuk beri’tikaf satu malam di masjid Haram, maka Rasulullah bersabda :
أَوْفِ بِنَذْرِكَ
“Tunaikan nazarmu itu”.
Maka aku ber’tikaf satu malam.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Keutamaan dan Manfa’at I’tikaf
I’tikaf merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan dan manfaat, diantaranya:
- I’tikaf merupakan ibadah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini menunjukan bahwa i’tikaf merupakan amalan yang sangat penting bagi setiap Muslim.
- Saat i’tikaf seseorang dapat menfokuskan perhatiannya pada ibadah dan taqarrub kepada Allah
- Saat i’tikaf seseorang dapat melaksanakan berbagai ibadah dengan disiplinn dan tepat waktu, seperti salat lima waktu berjama’ah, salat sunnat rawatib, zikir bakda salat, zikir pagi-petang, doa, dan lain sebagainya.
- Peluang mendapatkan malam lailatul qadr lebih luas, karena orang yang ber’tikaf berada di masjid dan dalam suasana ibadah pada malam-malam Ramadan.
Waktu (Durasi) I’tikaf
Durasi waktu i’tikaf yang paling utama adalah sepuluh hari sepuluh malam, sebagaimana praktik yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap sepuluh akhir Ramadan. Namun jika seseorang hanya ber’tikaf beberapa hari/malam saja, maka tetap sah dan dianggap sebagai i’tikaf. Bahkan semalampun tetap sah. Namun yang lebih sempurna adalah sepuluh malam sebagaimana kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang pasti, mari sempatkan dan luangkan waktu untuk fokus ibadah, beberapa hari/malam dalam setahun. Semoga jadi sumber energi istiqamah di atas kebaikan selama setahun ke depan bahkan sampai akhir hayat.