Senin, Maret 17, 2025
No menu items!
BerandaBerita UtamaTatkala Malu Telah Hilang dan Berharap Simpati Masyarakat, Anwar Hafid Rela Jiplak...

Tatkala Malu Telah Hilang dan Berharap Simpati Masyarakat, Anwar Hafid Rela Jiplak Program Ahmad Ali

Seharusnya rasa malu selalu menjadi kekuatan pada diri Anwar Hafid untuk menseleksi apakah perbuatan pantas dilakukan atau tidak.

Punya rekam jejak pernah menjabat Bupati Morowali selama dua periode, juga masih menjabat sebagai anggota DPR RI bahkan terpilih lagi sebagai wakil rakyat di periode mendatang, tetap saja membuat nafsu seorang Anwar Hafid tiada bermalu memproklamirkan dirinya sebagai Bakal Calon Gubernur Sulawesi Tengah.

Bahkan yang paling sangat miris adalah ketika Anwar Hafid tanpa malu-malu menjiplak program lawan tandingnya yakni Ahmad Ali.

Adalah program hibah untuk kebutuhan operasional Kepala Desa di Sulawesi Tengah, sejak awal Ahmad Ali telah melakukan sosialisasi ke seantero Sulawesi Tengah menyebutkan bahwa akan memberikan perhatian khusus kepada Kepala Desa di Sulteng, saat terpilihnya dia sebagai Gubernur.

Dan hal itupun telah disepakati dengan adanya kontrak politik antara Ahmad Ali dan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Provinsi Sulawesi Tengah.

Namun, bila Anwar Hafid belakangan ini, juga menawarkan program yang sama persisnya seperti yang luncurkan Ahmad Ali, tentu saja menjadi lelucon hangat yang memantik tertawaan publik.

Dan menurut kalangan masyarakat Sulteng, jika Anwar Hafid peduli dengan Kepala Desa, seharusnya dimasa kepemimpinannya sebagai Bupati Morowali selama dua periode, Kepala Desa di seluruh Kabupaten Morowali mendapatkan dana hibah dari Pemkab Morowali. Namun kenyataannya tidak ada sama sekali.

Sesungguhnya belajar dari kejadian penjiplakan program oleh Anwar Hafid tersebut, menunjukkan betapa pentingnya Anwar Hafid selalu memiliki rasa malu. Sebab jika beliau tidak memiliki rasa malu, akan berbuat sekehendak hatinya.

Seharusnya rasa malu selalu menjadi kekuatan pada diri Anwar Hafid untuk menseleksi apakah perbuatan pantas dilakukan atau tidak.

Manakala Anwar Hafid tidak memiliki rasa malu, maka perilakunya tidak terseleksi, sehingga apa saja yang diinginkan atau dikehendaki akan dijalankannya.

Dalam menjalani kehidupan, biasanya mendasarkan pada nilai-nilai yang bersumber dari adat istiadat yang berlaku di masyarakat, sopan santun, aturan, dan juga agama yang dipeluknya.

Anwar Hafid, oleh karena tidak memiliki rasa malu, maka nilai-nilai dimaksud selalu diabaikan. Ia melakukan apa saja sesuai dengan yang dikehendaki atau diinginkan.

Perilakunya tidak berstandar kecuali hanya mengikuti keinginan, kebutuhan, dan apa saja yang menyenangkan terhadap dirinya sendiri.

Sedemikian penting rasa malu seharusnya dimiliki oleh Anwar Hafid, sehingga dalam ajaran Islam, rasa malu dikaitkan dengan keimanan.

Salah satu pertanda bahwa berimannya Anwar Hafid adalah menyandang rasa malu. Artinya, jika pada pada diri Anwar Hafid tidak memiliki rasa malu maka tidak disebut sempurna imannya.

Rasa malu dalam Islam dijadikan standar atau indikator untuk melihat seseorang itu beriman atau tidak.

Sangat wajar jika Anwar Hafid berpotensi kehilangan rasa malu. Sebab belum tuntas merealisasikan janji kampanyenya pada pemilu 2024 lalu, kini dia nya ngotot omon-omon dengan koarannya menjadi calon Gubernur.

Bagi siapapun, tidak mengenal tingkat pendidikannya, jabatannya, kekayaannya, umurnya, dan seterusnya, sebenarnya memiliki kemungkinan kehilangan rasa malu atas segala janji Pemilu Legislatif yang belum terealisasi.

Padahal tatkala rasa malu sudah tidak ada pada diri Anwar Hafid, maka apa saja yang dikehendaki dan diinginkan akan dilakukan. Dengan melakukan perbuatan dimaksudkan, bagi yang bersangkutan, akan memperoleh kesenangan, kebahagiaan, atau kepuasan.

Akan tetapi bagi orang lain yang melihatnya akan memberikan penilaian atau merespon secara berbeda-beda.

Maka bagi kita yang waras dan masih peka terhadap nilai-nilai yang dijunjung tinggi, tatkala melihat perilaku seperti Anwar Hafid yang telah kehilangan rasa malu akan merasa prihatin, sebal, dan sejenisnya.

Kita akan berpandangan bahwa sebagai manusia harus selektif dalam menampakkan perilakunya.

Menyesuaikan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat lingkungannya, baik yang bersumber dari adat istiadat, sopan santun, aturan yang berlaku, dan bahkan nilai agama yang dipeluknya.

Sudah barang tentu, respon tersebut akan berbeda dari orang seperti Anwar Hafid yang sudah tidak memiliki rasa malu lagi.

Banyak contoh perilaku seperti Anwar Hafid yang sudah kehilangan rasa malu, baik di bidang politik, birokrasi pemerintahan, keluarga, orang tua, dan bahkan tidak terkecuali di dunia pendidikan, dan lain-lain.

Di bidang politik misalnya, oleh karena tidak memiliki rasa malu, maka Anwar Hafid dengan berbagai cara melakukan apa saja yang sebenarnya tidak patut, agar berhasil memperoleh dan mempertahankan kekuasaannya.

Untuk memperoleh jabatan tertentu misalnya, wajar muncul dugaan melakukan sogok menyogok atau suap menyuap sehingga berakibat kehidupan politik menjadi kacau dan lagi pula pejabat yang terpilih tidak berwibawa.

Di brokrasi pemerintahan. Pejabat pemerintah yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat, lagi-lagi oleh karena sudah kehilangan rasa malu, maka perilakunya justru berbalik yaitu ingin dilayani.

Mereka dengan seenaknya sendiri menuntut berbagai fasilitas dari pemerintah, sekalipun kualitas kerja dan pengabdiannya tidak jelas.

Selain itu, oleh karena sudah kehilangan rasa malu, kehidupannya sehari-hari melampaui batas kewajaran pejabat birokrasi pemerintah.

Menampakkan kehidupan yang berlebihan itu, mereka tidak malu, bahkan justru berbangga.

Bidang pendidikan sekalipun, ternyata juga terdapat orang-orang seperti Anwar Hafid yang kehilangan rasa malu.

Lembaga pendidikan yang seharusnya bisa dijadikan contoh dalam mengimplementasikan nilai-nilai luhur dan mulia, selalu menjunjung tinggi etika, kejujuran, keadilan, kebersamaan, dan seterusnya, tetapi oleh karena sudah tidak memiliki rasa malu, maka amanah itu dijalankan secara sembarangan.

Bahkan, oleh karena sudah tidak memiliki rasa malu lagi, ternyata lembaga pendidikan dijadikan wahana untuk memperoleh kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan. Akibatnya, nilai-nilai pendidikan menjadi hilang sekalipun di lembaga pendidikan.

Merujuk pada kenyataan di atas, sudah saatnya masyarakat Sulawesi Tengah semakin selektif dengan model dan tingkah laku seperti yang dipertontonkan oleh Anwar Hafid.

Sosok yang secara terang-terangan mengibuli amanah rakyat Sulawesi Tengah dengan terpilih menjadi Anggota DPR RI 2024-2029, namun lebih ambisius meninggalkan amanah itu dan lebih mengedepankan rasa tidak tahu malu dengan ikut serta sebagai bakal calon Gubernur.

Dan kita semua haqqul yakin, masyarakat Sulawesi Tengah tidak akan pernah mau dibodoh-bodohi oleh bakal calon Gubernur yang bergaya dengan tipikal yang dimiliki oleh Anwar Hafid.

Karena masyarakat Sulteng hanya mendambakan pemimpin Sulawesi Tengah ke arah perubahan dengan harapan baru Sulawesi Tengah baru menuju Sulteng sejahtera, adil dan makmur.

Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Central Analisa Strategis (CAS), Maulana Maududi

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments